A. PENDAHULUAN
Instrumen memegang
peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian,
karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat
ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di
samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh. Hal ini mudah dipahami
karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga
jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti
valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta
atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen
yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan
reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau
tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan
kesimpulan yang keliru.
Untuk mengumpulkan
data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah
tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri.
Instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah
dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
Dengan demikian,
jika instrumen baku telah tersedia untuk mengumpulkan data variabel
penelitian maka kita dapat langsung menggunakan instrumen tersebut,
dengan catatan bahwa teori yang dijadikan landasan penyusunan instrumen
tersebut sesuai dengan teori yang diacu dalam penelitian kita. Selain
itu konstruk variabel yang diukur oleh instrumen tersebut juga sama
dengan konstruk variabel yang hendak kita ukur dalam penelitian. Akan
tetapi, jika instrumen yang baku belum tersedia untuk mengumpulkan data
variabel penelitian, maka instrumen untuk mengumpulkan data variabel
tersebut harus dibuat sendiri oleh peneliti.
Dalam rangka
memahami pengembangan instrumen penelitian, maka berikut ini akan
dibahas mengenai beberapa hal yang terkait, diantaranya pengertian
instrumen, langkah-langkah pengembangan instrumen, validitas dan
reliabilitas.
B. PENGERTIAN INSTRUMEN
Instrumen adalah
alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian dan
penilaian. Instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan informasi kuantitatif dan kualitatif tentang variasi
karakteristik variabel penelitian secara objektif.[2] Sedangkan
menurut Djaali dan Muljono, instrumen adalah suatu alat yang memenuhi
persyaratan akademis, yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu
variabel.[3]
Instrumen memegang
peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian dan penilaian.
Fungsi instrumen adalah mengungkapkan fakta menjadi data.[4] Menurut
Arikunto, data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan
berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis, benar tidaknya data
tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data.[5]
Untuk mengumpulkan
data penelitian dan penilaian, seseorang dapat menggunakan instrumen
yang telah tersedia atau biasa disebut instrumen baku (standardized)
dan dapat pula dengan instrumen yang dibuat sendiri. Jika instrumen
baku tersedia maka seseorang dapat langsung menggunakan instrumen
tersebut namun jika instrumen tersebut belum tersedia atau belum baku
maka seseorang harus dapat mengembangkan instrumen buatan sendiri untuk
dibakukan sehingga menjadi instrumen yang layak sesuai fungsinya.
C. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN INSTRUMEN
Menurut Hadjar,
dalam suatu penelitian tertentu, peneliti harus mengikuti
langkah-langkah pengembangan instrumen, yaitu: 1). Mendefinisikan
variabel; 2). Menjabarkan variabel ke dalam indikator yang lebih rinci;
3). Menyusun butir-butir; 4). Melakukan uji coba; 5). Menganalisis
kesahihan (validity) dan keterandalan (reliability).[6] Suryabrata
berpendapat bahwa langkah-langkah pengembangan alat ukur khususnya
atribut non-kognitif adalah: 1). Pengembangan spesifikasi alat ukur; 2).
Penulisan pernyataan atau pertanyaan; 3). Penelaahan pernyataan atau
pertanyaan; 4). Perakitan instrumen (untuk keperluan uji-coba); 5).
Uji-coba; 6). Analisis hasil uji-coba; 7). Seleksi dan perakitan
instrumen; 8). Administrasi instrumen; 9). Penyusunan skala dan norma.[7]
Secara lebih rinci, Djaali dan Muljono menjelaskan langkah-langkah penyusunan dan pengembangan instrumen yaitu:
1) Sintesa teori-teori yang sesuai dengan konsep variabel yang akan diukur dan buat konstruk variabel
2) Kembangkan dimensi dan indikator variabel sesuai dengan rumusan konstruk variabel
3) Buat
kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi,
indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap dimensi dan
indikator
4) Tetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan
5) Tulis
butir-butir instrumen baik dalam bentuk pertanyaan maupun pernyataan.
Biasanya butir instrumen digolongkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok
pernyataan atau pertanyaan positif dan kelompok pernyataan atau
pertanyaan negatif
6) Butir yang ditulis divalidasi secara teoritik dan empirik
7) Validasi
pertama yaitu validasi teoritik ditempuh melalui pemeriksaan pakar atau
panelis yang menilai seberapa jauh ketepatan dimensi sebagai jabaran
dari konstruk, indikator sebagai jabaran dimensi dan butir sebagai
jabaran indikator
8) Revisi instrumen berdasarkan saran pakar atau penilaian panelis
9) Setelah
konsep instrumen dianggap valid secara teoritik dilanjutkan penggandaan
instrumen secara terbatas untuk keperluan uji coba
10) Validasi
kedua adalah uji coba instrumen di lapangan yang merupakan bagian dari
proses validasi empirik. Instrumen diberikan kepada sejumlah responden
sebagai sampel yang mempunyai karakteritik sama dengan populasi yang
ingin diukur. Jawaban responden adalah data empiris yang kemudian
dianalisis untuk menguji validitas empiris atau validitas kriteria dari
instrumen yang dikembangkan
11) Pengujian
validitas krtieria atau validitas empiris dapat dilakukan dengan
menggunakan kriteria internal maupun kriteria eksternal
12) Berdasarakn kriteria tersebut dapat diperoleh butir mana yang valid dan butir yang tidak valid
13) Untuk validitas kriteria internal, berdasarkan hasil analisis butir yang tidak valid dikeluarkan atau direvisi untuk diujicobakan kembali sehingga menghasilkan semua butir valid.
14) Dihitung
koefisien reliabilitas yang memiliki rentangan 0-1, makin tinggi
koefisien reliabilitas instrumen berarti semakin baik kualitas instrumen
15) Rakit semua butir yang telah dibuat menjadi instrumen yang final [8]
Terkait dengan penilaian kinerja, Gronlund menjelaskan langkah-langkah penyusunan performance assessmentyaitu :
1) Spesifikasi kinerja yang ingin dicapai
2) Tentukan fokus penilaian (proses atau hasil)
3) Tentukan derajat (tingkat) kesesuaian dengan kenyataan
4) Tentukan situasi performance
5) Tentukan metode observasi, menyimpan dan menskor [9]
Dari beberapa teori
langkah-langkah pengembangan instrumen di atas, dapat disimpulkan bahwa
secara garis besar langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian
kinerja adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan definisi konseptual dan operasional
Langkah yang
pertama kali harus dilakukan dalam pengembangan instrumen adalah
merumuskan konstruk variabel yang akan diukur sesuai dengan landasan
teoritik yang dikembangkan secara menyeluruh dan operasionalkan definisi
konseptual tersebut sesuai dengan sifat instrumen yang akan
dikembangkan kemudian rumuskan dan jabarkan indikator dari variabel yang
akan diukur.
2) Pengembangan spesifikasi dan penulisan pernyataan
Pengembangan
spesifikasi yaitu menempatkan dimensi dan indikator dalam bentuk tabel
spesifikasi pada kisi-kisi instrumen yang kemudian dilanjutkan dengan
penulisan pernyataan. Rumusan pernyataan sangat tergantung kepada model
skala yang digunakan. Dari setiap pernyataan dicantumkan nomor butir dan
jumlah butir sesuai dengan dimensi dan indikator yang akan diukur.
Format yang telah dirumuskan dalam spesifikasi perlu diikuti secara
tertib.
3) Penelaahan pernyataan
Butir-butir
pernyataan yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus
melalui proses validasi, baik validasi teoritik maupun validasi empirik.
Tahap validasi
pertama yang ditempuh adalah validasi teoritik, yaitu melalui
pemeriksaan pakar atau melalui panel yang pada dasarnya menelaah
seberapa jauh dimensi merupakan jabaran yang tepat untuk konstruk,
seberapa jauh indikator merupakan jabaran yang tepat dari dimensi, dan
seberapa jauh butir-butir instrumen yang dibuat secara tepat dapat
mengukur indikator.[10] Selanjutnya
jika semua butir pernyataan sudah valid secara teoritk atau konseptual
maka dilakukan validasi empirik melaui uji coba.
4) Uji coba
Uji coba di
lapangan merupakan bagian dari proses validasi empirik. Melalui uji coba
tersebut, instrumen diberikan kepada sejumlah responden sebagai sampel
uji coba yang mempunyai karakteristik sama atau ekivalen dengan
karakteristik populasi penelitian. Jawaban atau respon dari sampel uji
coba merupakan data empiris yang akan dianalisis untuk menguji validitas
empiris atau validitas kriteria yang dikembangkan.
5) Analisis
Berdasarkan data
hasil uji coba selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui koefisien
validitas butir dan reliabilitas instrumen.
6) Revisi Instrumen
Revisi instrumen
dilakukan jika setelah melalui analisis terdapat butir-butir yang tidak
valid atau memiliki reliabilitas yang rendah. Butir-butir yang sudah
direvisi dirakit kembali dan dihitung kembali validitas dan
reliabilitasnya.
7) Perakitan instrumen menjadi Instrumen final
Terkait
langkah-langkah pengembangan instrumen di atas, terdapat dua hal yang
harus diperhatikan dan dipenuhi untuk memperoleh instrumen yang
berkualitas yaitu instrumen tersebut harus valid dan reliabel. Untuk
itu, perlu pemahaman yang mendalam tentang validitas dan reliabilitas
instrumen.
D. VALIDITAS
Validitas berasal dari kata validity yang
berarti “keshahihan”. Validitas adalah sejauh mana suatu alat ukur atau
tes melakukan fungsinya atau mengukur apa yang seharusnya diukur.[11] Artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. [12] Atau dengan kata lain validitas adalah kecocokan antara alat ukur (tes) dengan sasaran ukur.[13] Tes
yang valid adalah tes yang mampu mengukur apa yang hendak diukur, tes
yang valid untuk tujuan tertentu mungkin tidak valid untuk tujuan lain.[14] Oleh karena itu validitas selalu dikaitkan dengan tujuan tertentu.
Validitas pengukuran memiliki nilai dari rendah ke tinggi,
makin tinggi tingkat validitas makin baik pengukuran itu.
Pemeriksaan validitas pengukuran dilakukan sebelum alat ukur/tes digunakan sesungguhnya.
Pemeriksaan validitas pengukuran dapat dilakukan pada saat tes baru dibuat atau disusun
dan dapat juga dilakukan pada saat uji coba alat ukur.
Apabila hasil
pemeriksaan menunjukkan tingkat validitas rendah, maka alat ukur dapat
diperbaiki. Pemeriksaan validitas dan perbaikan alat ukur dilakukan
berulang-ulang sampai alat ukur mencapai validitas pengukuran yang cukup
tinggi.
Ada 3 jenis
validitas pengukuran yaitu: validitas isi, validitas kriteria dan
validitas konstruk. Validitas isi adalah kecocokan di antara isi alat
ukur (tes) dengan isi sasaran ukur. Artinya alat ukur yang mempunyai
validitas isi yang baik adalah tes yang benar-benar mengukur penguasaan
materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang
tercantum dalam kurikulum.[15]
Termasuk dalam validitas isi adalah
validitas wajah (face validity) yakni kecocokan di antara tampilan tes dengan responden yang akan menanggapinya.
Validitas kriteria adalah validitas yang berdasarkan kriteria yaitu kecocokan diantara prediktor (skor prediktor) dengan kriteria (skor kriteria). Validitas kriteria ditujukan kepada baik atau tidak baiknya prediktor (skor prediktor).
Jika validitas kriteria baik, maka alat ukur prediktor (skor prediktor) dapat digunakan untuk berbagai keperluan sejenis. Ada dua j
enis validitas kriteria yaitu validitas konkuren
(serentak) yakni
kriteria terdapat pada saat yang sama dengan prediktor dan validitas
prediktif yakni kriteria terdapat kemudian setelah prediktor.[16]
Validitas
konstruk hakekatnya adalah sama dengan validitas isi namun digunakan
untuk instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konstruk.
Variabel konstruk adalah variabel yang abstrak hasil konstruksi para
pakar, misalnya
Makasih atas ilmunya...berguna skli mbak.....
BalasHapusThxyou
BalasHapusKeterangan footnotenya kok gak ada yah, sayang banget
BalasHapus